Background

KERIS JALAK SANGU TUMPENG

JALAK SANGU TUMPENG, RESONANSI dan PATRAPNYA



Jalak Sangu Tumpeng - Majapahit, koleksi Buntje Harbunangin..

Simbolisme dalam keris, makna dhapur dan motif pamor telah sering ditulis oleh penulis-penulis keris sejak dahulu. Menghayati simbolisme keris, makna dhapur dan motif pamor membawa kepada alam pikiran tersugesti, sebuah benda keris menjadi motivator bagi pemilik yang menghayatinya. Sugesti dalam pemahaman pengharapan itu merupakan kerja dari gati pikir (kesadaran pikiran, mind consciuosness).

BPH. Sumodiningrat (alm), dalam salah satu ceramahnya menjelaskan bahwa ada ‘daya’ yang tidak memerlukan penghayatnya masuk dalam kondisi gati pikir. Keris itu memiliki 'daya' yang bisa dirasakan sebagai trilvermogen (daya bergetar). Jika seseorang bisa menyamakan gelombangnya maka terjadilah resonansi. Seperti gelombang radio, yang menangkap suara pada posisi yang tepat. Melakukan resonansi dengan benda keris dibutuhkan kerja dari gati roso (kesadaran rasa, sense consciuosness). Pikiran justru dalam kondisi non-doing (layap liyep layaping ngaluyup).

Dalam beberapa catatan (baca buku Tafsir Keris – Toni Junus), leluhur orang Jawa sudah melakukan perenungan dan menemukan patrap-patrapnya (cara laku, cara melakukan), dengan metode figuratif bahwa kondisi resonansi disimbolkan melalui puitisasi alam dan lingkungannya, misal: “Punya keris berdhapur Jalak, baurêksånya (penunggunya) diberi minyak rambut dan wewangian bunga-bunga. Punya keris berdhapur Caritå Keprabon, baurêksånya keris itu harus ditemani binatang peliharaan kesenangannya (kelangenan) yaitu burung Gelatik (Java sparrow). Punya keris berdhapur Brojol binatang peliharaan kesenangannya burung Perkutut (Geopelia striata). Keris dengan motif pamor Udanmas harus dikalungi benggol atau uang keping emas.......dst”.

Ada situasi buntu, persoalan berat yang tidak ada harapan lagi sering dialami oleh manusia dalam kehidupannya, sudah tidak kuasa mengatasi dan merasa tidak memiliki penolong lagi, maka leluhur orang Jawa memiliki cara tersendiri. Terutama jika memiliki keris berdhapur Jalak Sangu Tumpeng (Majapahit), patrapnya adalah dengan cara keris dihunus, lalu didekap di dada kiri, sambil menarik nafas dengan hitungan 1-2-3 dalam-dalam melalui hidung, dihembuskan perlahan melalui mulut dengan hitungan 1-2-3-4-5-6-7 habis, begitu diulang-ulang. Kemudian mengucap mantra Jawa kuno (ajaran Sastra Harjendra) : “Sir Hening Gaib hening...dst, ciptaku pinaringan (sebutkan permintaan to the point...), saking karso lan panguwasaning Gusti Allah.... dst...”.

Jika dilakukan selama 7 hari berturut-turut atau rutin setiap sebelum tidur niscaya tidak pernah gagal.

(Salam dari Toni Junus Kanjeng NgGung).

Categories: Share

Leave a Reply